Kamis, 29 November 2012

NKRI: Negara Kesatuan Rhoma Irama


NKRI: Negara Kesatuan Rhoma Irama | Berita tentang niat mencalonkan atau pencalonan diri Bang Haji Rhoma Irama sebagai Capres RI 2014 sampai hari ini masih marak didengar. Mulai dari perbincangan di warung-warung kopi hingga reportase pun wawancara ekslusive di berbagai media. 

Berbagai bentuk tanggapan juga seakan tidak mau ketinggalan untuk ikut meramaikannya; dari yang pro hingga kontra, dari yang serius hingga mengundang gelak tawa. Bahkan, berita tentang itu bukanlah hal yang asing di jejaring sosial seperti Facebook di mana pertama kali saya mengetahui kebenaran berita tersebut. Ya, karena jarang menonton televisi beberapa hari ini, saya hampir ketinggalan berita ini. Dari status salah seorang temanlah sehingga akhirnya saya mencoba mencari foto-foto unik seputar kisah niatan Bang Haji itu dan menemukan foto-foto berikut. Namun, foto “NKRI” inilah yang memberi ide untuk menuliskan artikel ini.

Bukan “ciyus” dan “miapah”nya yang unik, melainkan plesetan untuk kepanjangan N-K-R-I yang secara kebetulan pas dengan nama Bang Haji. Kebetulan juga, yang memegang kaos adalah “B. Obama” yang boleh jadi atau dapat dikatakan tidak mengetahui makna akronim NKRI itu karena beliau adalah ‘orang asing’. Saya pikir, sangat mudah bagi siapa saja untuk mengingat apa kepanjangan NKRI yang sebenarnya. Namun untuk sungguh-sungguh memahami makna yang dikandungnya, adalah hal yang berbeda. Bahkan, seseorang bisa saja memahami itu, namun dengan sengaja mengabaikannya demi “makna” lain yang dianggapnya lebih baik dari makna yang dimaksud. Lebih baik bagi dirinya bukan berarti lebih baik bagi orang lain, bukan? Dan terkadang yang baik menjadi tidak baik karena tidak tepat. Kebaikan yang tidak pada tempatnya, misalnya…


Wajar saja ada berbagai macam opini menyangkut pencalonan Bang Haji ini. Dinamika yang tentunya tidak terlepas dari berbagai pengalaman, khususnya peristiwa yang menyangkut personal Bang Haji sebelum-sebelumnya, yang beberapa di antaranya masih hangat. Jangankan itu, cerita lama hingga yang tidak diketahui publik pun terkuak (kembali) dan menjadi santapan hangat para pemerhati berita itu.

Entah itu yang mendongkrak popularitas Bang Haji atau sebaliknya, yang pasti setiap berita pun opini yang berkembang bisa membuat seseorang yang tadinya tidak mau pusing tentang apa dan siapa Bang Haji berbalik 180 derajat; termasuk seorang Barack Obama. Singkatnya, ada re-aksi yang sangat mungkin tidak terpikirkan sebelumnya dari aksi pencalonan diri Bang Haji tersebut. Ya, konsekuensi yang diperhadapkan, yang bukan kepada Bang Haji saja, namun juga kepada bangsa ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsekuensi yang sedang dan sangat mungkin akan dihadapinya, seperti perubahan NKRI di dalam kaos tersebut.

Secara pribadi, saya tidak mau terlalu ambil pusing dengan semua opini yang belakangan marak berkembang. Bukan tidak peduli atau masa bodoh dengan semua pandangan yang mengusung kesatuan dan persatuan bangsa itu. Bukan juga tidak ingin terlalu jauh berandai-andai atau meragukan kemungkinan Bang 

 


Haji terpilih sebagai orang nomor satu di negeri tercinta ini. Selain sudah banyak orang yang lebih capable dalam memikirkan persoalan sedemikian, di mana pendapat saya yang terbaik pun hanya bisa mengulang kulit-kulit luar opini-opini yang sudah ada itu, saya mungkin orang yang terlalu percaya dengan apa yang dikatakan Alkitab tentang pemilihan seorang pemimpin.

Ya, Alkitab yang saya yakini dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah; itu ditetapkan oleh Allah, maka setiap Kristen harus tunduk kepada pemerintah yang di atasnya (Rm 13:1 dst). Ya, Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan (Rm 8:28); bukan hanya dalam hal yang sesuai keinginan kita saja.

Tapi dalam segala sesuatu! Ada banyak kisah dalam Alkitab yang menceritakan bagaimana Allah mendidik, mengajar, dan memelihara umat-Nya meskipun itu melalui kesesakan, penderitaan, penganiayaan, penindasan, dan berbagai macam bentuk himpitan.  Bahkan tidak jarang situasi dan kondisi semacam itu adalah rancangan-Nya (mis. 1 Raj 8:46 dst. Doa Salomo)!

Singkatnya, jika percaya Allah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan di dunia ini, termasuk pencalonan Bang Haji itu. Karena segala sesuatu akan lenyap, selain kasih-Nya yang kekal selama-lamanya (lih. 1 Yoh 2:17). Ya, tidak ada sesuatu yang terjadi, yang sudah terjadi, dan akan terjadi di luar ketetapan-Nya, termasuk bila Bang Haji terpilih sebagai Presiden RI nantinya. Karena itu, bagi saya, Bang Haji sebagai capres 2014, “Tidak sungguh terlalu!“.


Meskipun saya tidak setuju dengan ide-ide Bang Haji yang umumnya sudah diketahui publik itu, dalam ranah wawasan kebangsaan ini, namun saya pikir sah-sah saja jika Bang Haji ingin turut meramaikan pesta politik terbesar di negara ini. Selain Bang Haji punya hak yang sama sebagai warga negara, entah bila hak itu dipertanyakan oleh poligami yang dilakukan, Bang Haji juga sepertinya punya dana yang cukup. 

 

Uang yang mungkin sulit dihabiskan. Jadi, mengapa tidak mencoba? Toh duit itu duit sendiri. Mau dipakai apa, ya suka-suka yang punya, ya kan? Tapi, bagi saya pribadi, jika punya uang sebanyak itu, dan punya cita-cita mulia mau memajukan bangsa ini namun tidak punya kualitas yang mumpuni (belum lagi soal integritas), mending uang tersebut saya sumbangkan kepada yang membutuhkan, seperti para pengusaha kecil yang butuh modal, atau kepada para janda miskin dan anak-anak terlantar. Membayangkan jika kemungkinan untuk menang dirasakan kecil, dan sulitnya menderma saat tiada kepentingan, saya pikir, pencalonan ini mungkin ada baiknya. Ya, kebaikan bisa muncul darimana saja. Maju terus Bang Haji!!



Terakhir, yang terjadi, terjadilah. Hanya satu yang ada dalam benak saya kini seandainya Bang Haji nanti 
terpilih jadi Presiden NKRI. Jangan samakan Ibu Pertiwi dengan wanita-wanita yang Bang Haji kenal. Karena Ibu Pertiwi tidak memerlukan BH, sehingga NKRI memakai BH dan menjadi Negara Kesatuan Bang Haji Rhoma Irama, alias NK-BeHa-RI.
Piss.
Sumber    http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2012/11/30/nkri-negara-kesatuan-rhoma-irama-512914.html
Penulis :