Kaum Buruh ! Selamat Berjuang Melawan Perbudakan | Begitu getir nasib buruh di Indonesia. Mereka menghadapi para pemilik modal yang rakus, dan tak ada belas kasihannya. Buruh seperti berada dalam sistem perbudakan modern (modern slavery).
Mereka tak memiliki hari depan. Mereka di peras keringat dan tenaganya siang dan malam di pabrik-pabrik para pemilik modal. Dengan hanya gaji yang sangat kecil. Nasib mereka sangat menyedihkan. Buruh, hakekatnya yang dekat dengan keringat, kemiskinan dan hidup dalam sistem perbudakan yang kekal.
Mereka hanya menjadi alat produksi oleh para pemilik modal. Sedangkan para pemilik modal, yang rakus tamak, dan tak berperikemanuisaan itu, memegang prinsip, "Dengan modal sekecil-kecilnya, mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya". Itulah falsafah dan prinsip para pemilik modal. Tidak peduli dengan nasib buruh.
Para pemilik modal tidak memperlakukan para buruh sebagai manusia. Tetapi, para pemilik modal, memperlakukan buruh tak ubahnya seperti benda. Karena buruh seperti benda, maka tak ada empati sedikitpun para pemilik modal terhadap buruh. Dengan falsafah yang sangat ekstrim itu, para pemilik modal, terus memeras tetesan keringat dan tenaga buruh, tanpa henti, dan hanya dengan upah (kontraprestasi) yang sangat tidak layak.
Buruh hidup dengan sangat tidak layak. Makan, tempat kerja, tempat tinggal, lingkungan pabrik, yang membahayakan kehidupan mereka, tidak ada jaminan masa depan, serta kesehatan bagi mereka.
Butiran-butiran keringat mereka, tak pernah cukup membuat para pemilik modal, berubah menjadi simpati terhadap nasib mereka. Kaum buruh dengan tenaga dan tulang-belulang diberikan kepada para pemilik modal guna menciptakan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Sedihnya lagi, sekarang pemerintah lebih cenderung menyebut buruh dengan istilah tenaga kerja. Itulah sebabnya sekarang tidak ada lagi UU perburuhan, melainkan UU Tenaga Kerja, dan justeru karenanya nasib kaum buruh tidak terlindungi secara utuh. Karena tidak ada UU yang secara khusus diperuntukan bagi buruh.
Kesejahteraan hidup, sebuah tuntutan yang layak dan sederhana, tapi tak mendapat perhatian serius dari orang yang semestinya memperhatikannya, baik pemerintah maupun DPR, tak mampu melahirkan UU yang bisa mengatur agar penghasilan buruh bisa untuk hidup layak.
Yang ada malah membenarkan tindakan out sourching, yang didalam UU Tenaga Kerja kita diperhalus kalimatnya menjadi perjanjian kerja waktu tak tertentu, sebuah kalimat yang intinya tak lebih memperbudak manusia (buruh) oleh sekelompok manusia pemilik modal terhadap buruh. Unddang-undang itu diterbitkan tahun 2003, di zaman Megawati, dan Menteri Numawea, yang mengaku pro-rakyat kecil.
Pengaturan upah hanya ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan istilah upah minimum, dulu disebut Upah Minimum regional, kemudian diganti dengan upah minimum provinsi, mungkin esok lusa entah upah minimum apa lagi, sesuai dengan namanya upan minimum maka yang diterima buruh sudah dapat dipastikan sangat minim.
Soal upah ini seharusnya Pemerintah bersama DPR bisa membuat aturan perundang-undangan yang menjamin hidup dan kesejahteraan kaum buruh, dengan menetapkan ring pengupahan.
Buruh, tenaga kerja atau apapun sebutannya, bukanlah sesuatu yang penting, hal yang menjadi tuntutan mereka sepanjang waktu adalah peningkatan kesejahteraan hidup, dan itu pulalah yang mereka perjuangkan disetiap ada kesempatan, termasuk setiap datangnya May Day, Hari Buruh sedunia.
Selagi kesejahteraannya tidak diperhatikan, maka selama itu pulalah mereka akan tetap menuntut, maka jangan salahkan jika mereka turun kejalan merayakan hari buruh sedunia sambil berteriak menuntut haknya,
HAK UNTUK HIDUP LAYAK.
Sangat tepat kata Rhoma Irama dalam lirik lagunnya, "Yang Kaya Semakin Kaya , Yang Miskin Semakin Miskin".
Begitu lah kejadian yang realita di Negeri, Negara yang sangat dikagumi oleh banyak bangsa lain dikarenakan dengan kekayaan Sumber Daya Alamnya (SDA) yang sangat kaya, begitu lah Allah Azza wa Jalla menganugerahkan Negeri INDONESIA dengan SDA yang sangat luar biasa.
Tapi kekayaan SDA yang melimpah, tapi tidak di dukung dengan SDM, terutama mental para penguasa dan pejabat di negeri ini , yang ada hanya memikirkan diri sendri , keluarga dan kroni-kroninya, yang hanya bisa berfikir bagaimana memperkaya diri, keluarga dan kelompoknya………..
Ironis dan sangat miris melihat para anak bangsa masih banyak yang kekurangan gizi, tidak punya tempat tinggal,tidak mendapat fasilitas pendidikan yang layak, tidak mendapat pelayanan kesehatan yang baik. Begini lah nasib negeri dan anak bangsa ini…….
Wahai kaum buruh! Bebaskan dirimu dari sistem perbudakan di negeri ini, dan berjuanglah dengan tetesan keringat, melawan segala kemunafikan, keserakahan dan kesombongan para pemilik modal dan pemimpin negeri ini.
Tidak ada yang bisa mengubah nasib diri kita. Kecuali diri kita sendiri yang dapat mengubahnya. Perbudakan yang terjadi di negeri ini, harus dihentikan oleh para buruh. Kemiskinan dan perbudakan harus dilawan dengan perjuangan yang terus-menerus. Sampai perbudakan itu tidak ada lagi.
Buruh harus bertekad dan berani melawan sistem perbudakan yang sangat kejam di negeri ini. Outsourching adalah hakekatnya sistem perbudakan modern.
Jangan mengemis-ngemis kepada siapapun. Termasuk penguasa. Tak akan ada yang akan berbelas kasihan. Dari penguasa dan para pemilik modal. Perjuangkanlah bagi perubahan nasib dan masa depan kaum buruh, agar terbebas dari segala bentuk penistaan. Selamanya para penguasa dan pemilik modal akan berkolaborasi menghadapi kaum buruh.
Hidup rakyat miskin di Indonesia lebih buruk dibandingkan tinggal di "neraka". Sebentar lagi listrik naik, bbm naik, transportasi naik, dan akan diikuti kenaikan kebutuhan pokok. Sementara itu, penghasilan mereka tak pernah naik, bahkan semakin menyusut karena dimakan inflasi. Sungguh sedih.
Bagaimana buruh bisa bertahan hidup yang gajinya setiap bulan tidak sampai Rp 2 juta, digunakan makan, ongkos transport, kebutuhan lainnya. Benar-benar rakyat miskin dan buruh dicekik, dan dibuat mati perlahan-lahan.
Wallahu'alam.
Wallahu'alam.